Total Tayangan Halaman

Jumat, 29 Januari 2010

Mekanisme Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas

Pada dasarnya perseroan terbatas sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan perjanjian antara dua orang atau lebih, dan karenanya mempunyai lebih dari satu pemegang saham. Ketentuan Perseroan Terbatas didirikan oleh dua orang atau lebih tidak berlaku untuk Badan Usaha Milik Negara, sebagaimana yang di atur dalam Pasal 7 ayat (7) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT)
Di dalam ketentuan umum UUPT, Perseroan Terbatas juga disebut dengan “Perseron”, selanjutnya dalam tulisan ini akan menggunakan istilah “Perseroan”
Badan Hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim (Subekti, 1987: 182).
Dari definisi Badan hukum di atas, menjelaskan bahwa suatu Perseroan memiliki hak-hak dan kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan pemegang sahamnya serta mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Namun dalam menjalankan fungsinya, Perseroan harus memperhatikan mengenai larangan dan batasan yang diberikan dalam undang-undang khususnya UUPT dan anggaran dasar.
Hal di atas, ditegaskan dalam UUPT pada pasal 4 yang berbunyi “Terhadap Perseroan berlaku Undang-undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Anggaran Dasar merupakan bagian dari akta pendirian perseroan. Sebagai bagian dari akta pendirian, anggaran dasar memuat aturan main dalam perseroan yang menentukan setiap hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam anggaran dasar, baik perseroan itu sendiri, pemegang saham maupun pengurus. Anggaran Dasar perseroan terbatas baru berlaku bagi pihak ketiga setelah akta pendirian perseroan terbatas disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, 2000: 29)
Dalam penjelasan Pasal 4 tersebut menyatakan, “ berlakunya Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik (Good Corporate Governance) dalam menjalankan Perseroan. Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan perasuransian, peraturan lembaga keuangan. Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan Undang-Undang ini yang berlaku adalah Undang-Undang ini “.
Hal-hal yang wajib dimuat dalam anggaran dasar sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 UUPT meliputi:
a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. Jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal saham setiap saham;
f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS
h. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Selain memuat ketentuan sebagaimana di atas, anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan UUPT.
Dalam anggaran dasar tidak diperbolehkan memuat tentang ketentuan penerimaan bunga tetap atas saham dan pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Ketentuan Pasal 18 UUPT menyatakan bahwa Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan. Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar.
Perubahan anggaran dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perubahan anggaran dasar tertentu.
Perubahan anggaran dasar tertentu ini harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, meliputi :
a. Nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. Jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. Besarnya modal dasar;
e. Pengurangan modal ditempatkan dan disetor;
f. Status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.

2. Perubahan anggaran dasar lainnya diluar materi perubahan tertentu.
Terhadap perubahan anggaran dasar diluar materi perubahan tertentu, cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, artinya perubahan anggaran dasar ini hanya bersifat pemberitahuan semata. Sebagai bukti telah melakukan proses perubahan anggaran dasar ini, pihak Perseroan akan mendapat lembaran penerimaan pemberitahuan yang diterbitkan Menteri Hukum dan HAM.
Perubahan anggaran dasar harus dinyatakan dalam akta notaris dalam Bahasa Indonesia. Terhadap perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris, harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.

Mekanisme Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas

Pada dasarnya perseroan terbatas sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan perjanjian antara dua orang atau lebih, dan karenanya mempunyai lebih dari satu pemegang saham. Ketentuan Perseroan Terbatas didirikan oleh dua orang atau lebih tidak berlaku untuk Badan Usaha Milik Negara, sebagaimana yang di atur dalam Pasal 7 ayat (7) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT)
Di dalam ketentuan umum UUPT, Perseroan Terbatas juga disebut dengan “Perseron”, selanjutnya dalam tulisan ini akan menggunakan istilah “Perseroan”
Badan Hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim (Subekti, 1987: 182).
Dari definisi Badan hukum di atas, menjelaskan bahwa suatu Perseroan memiliki hak-hak dan kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan pemegang sahamnya serta mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Namun dalam menjalankan fungsinya, Perseroan harus memperhatikan mengenai larangan dan batasan yang diberikan dalam undang-undang khususnya UUPT dan anggaran dasar.
Hal di atas, ditegaskan dalam UUPT pada pasal 4 yang berbunyi “Terhadap Perseroan berlaku Undang-undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Anggaran Dasar merupakan bagian dari akta pendirian perseroan. Sebagai bagian dari akta pendirian, anggaran dasar memuat aturan main dalam perseroan yang menentukan setiap hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam anggaran dasar, baik perseroan itu sendiri, pemegang saham maupun pengurus. Anggaran Dasar perseroan terbatas baru berlaku bagi pihak ketiga setelah akta pendirian perseroan terbatas disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, 2000: 29)
Dalam penjelasan Pasal 4 tersebut menyatakan, “ berlakunya Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik (Good Corporate Governance) dalam menjalankan Perseroan. Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan perasuransian, peraturan lembaga keuangan. Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan Undang-Undang ini yang berlaku adalah Undang-Undang ini “.
Hal-hal yang wajib dimuat dalam anggaran dasar sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 UUPT meliputi:
a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. Jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal saham setiap saham;
f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS
h. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Selain memuat ketentuan sebagaimana di atas, anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan UUPT.
Dalam anggaran dasar tidak diperbolehkan memuat tentang ketentuan penerimaan bunga tetap atas saham dan pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Ketentuan Pasal 18 UUPT menyatakan bahwa Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan. Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar.
Perubahan anggaran dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perubahan anggaran dasar tertentu.
Perubahan anggaran dasar tertentu ini harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, meliputi :
a. Nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. Jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. Besarnya modal dasar;
e. Pengurangan modal ditempatkan dan disetor;
f. Status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.

2. Perubahan anggaran dasar lainnya diluar materi perubahan tertentu.
Terhadap perubahan anggaran dasar diluar materi perubahan tertentu, cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, artinya perubahan anggaran dasar ini hanya bersifat pemberitahuan semata. Sebagai bukti telah melakukan proses perubahan anggaran dasar ini, pihak Perseroan akan mendapat lembaran penerimaan pemberitahuan yang diterbitkan Menteri Hukum dan HAM.
Perubahan anggaran dasar harus dinyatakan dalam akta notaris dalam Bahasa Indonesia. Terhadap perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris, harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.

Jumat, 01 Januari 2010

Perlindungan Hukum terhadap Usaha Kecil

Di dalam pasal 1 UU No. 9 Tahun 1995 yang dimaksud usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Upaya pemberdayaan terhadap usaha kecil adalah peningkatan aspek permodalan, kebebasan pasar dan penguasaan tekonologi oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dengan mengubah orientasi politik-ekonomi yang mendasar. Kebijakan pemberdayaan ini seyogianya berpihak pada ekonomi rakyat dalam tindakan nyata untuk dapat mengejar ketinggalan usaha kecil dalam persaingan usaha dan pasar bebas.
Pemberdayaan usaha kecil memiliki arti penting dalam pengembangan ekonomi nasional, yaitu:
1. Usaha kecil termasuk salah satu pilar pembangunan ekonomi yang dibina dan dilindungi oleh pemerintah.
2. Usaha kecil mempunyai potensi untuk berkembang sehingga sanggup terjun ke arena ekonomi global.
3. Adanya ketangguhan dan kemandirian usaha, ekonomi rakyat ini mempunyai prospek dalam persaingan pasar bebas kelak.
Upaya pembinaan dan pengembangan usaha kecil meliputi bidang-bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Pembiayaan menjadi tanggung jawab bersama yang dilakukan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat menurut Pasal 21 UU No. 9 Tahun 1995 meliputi kredit perbankan, pinjaman dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hibah dan jenis pembiayaan lainnya. Pembiayaan tersebut dijamin oleh lembaga penjamin pemerintah dan/ atau pihak swasta, dalam bentuk penjamin pembiayaan kredit bank, penjamin pembiayaan atas bagi hasil dan penjamin pembiayaan lainnya.
Secara struktural, pasar tidak berpihak pada ekonomi rakyat atau usaha kecil. Ketidakberpihakan pasar antara lain karena mereka tidak mempunyai jaringan usaha yang luas menghadapi persaingan usaha dengan usaha menengah dan usaha besar. Bahkan mereka sudah langsung “bermain” dalam mekanisme pasar bebas apabila melakukan kegiatan ekspor ke luar negeri yang tidak dapat dilindungi atau diawasi langsung oleh pemerintah. Pada kegiatan ekonomi dalam negeri, pemerintah sebagai regulator masih memungkinkan melakukan pengaturan terhadap mekanisme pasar dengan melakukan intervensi.
Menurut Adam Smith, pemerintah sebaiknya tidak iktu campur dalam masalah-masalah ekonomi melainkan diserahkan pada kekuatan-kekuatan pasar, sebab dengan cara ini sumber daya bisa dialokasikan secara lebih efisien. Campur tangan pemerintah justru hanya akan menimbulkan distorsi.
Ajaran Adam Smith ini menurut penulis sebenarnya bagi dunia usaha Indonesia diperuntukkan untuk usaha-usaha besar guna dapat bersaing di pasar-pasar Internasional. Sebaliknya justru usaha besar banyak yang memperoleh proteksi dan dilindungi pasarnya oleh pemerintah akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang salah arah pada masa lalu. Didalam kaitan ini perlu diciptakan mekanisme pasar yang memungkinkan usaha kecil mendapatkan perlindungan usaha yang wajar agar mereka mendapatkan ruang hidup yang memadai dalam rangka persaingan usaha yang sehat. Paling tidak hal ini harus dimulai dari pihak pemerintah sendiri yang mau membuka terobosan baru dan menjadikan dirinya sebagai pasar yang besar berupa pemberian proyek-proyek pembangunan untuk dapat memperkuat usaha kecil terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Keppres RI No. 80 Tahun 2003, menyatakan bahwa pengusaha kecil dapat mengikuti proyek pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Keikutsertaan pengusaha kecil sebagai bentuk perhatian pemerintah untuk memberdayakan usaha-usaha yang lemah di tanah air.
Keadaan ini secara moral dan sosial dapat meningkatkan usaha kecil dalam kegiatan ekonomi seperti pernah dialami oleh negara-negara eropa barat pada tahun 1960-an menuju suatu kegiatan yang bersifat “independent businessmen”.
Campur tangan pemerintah di dalam kegiatan bisnis bukan berarti dapat masuk begitu saja pada penentuan mekanisme harga pasar sebagaimana di negara-negara denga sistem ekonomi sosialis/komunistik, akan tetap bersifat untuk melindungi usaha lemah dari praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di dalam sistem ekonomi. Negara mempunyai peran penting dalam mengendalikan kehidupan ekonomi yang ada dan diterapkan oleh pihak pemerintah untuk dapat mencapai kemakmuran rakyat yang didambakan.
Sistem ekonomi Indonesia pada hakikatnya memakai sistem ekonomi campuran (mixed economy) yang jelas tergambar dalam dalam konstitusi negara Pasal 33 UUD 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan ketentuan undang-undang dengan peran pemerintah untuk mengatur kegiatan ekonomi. Pengaturan dan kebijakan pemerintah dalam ekonomi nasional mencerminkan keinginan kuat mencapai kemakmuran dan kesejahteraan sekaligus melindungi kepentingan rakyat.
Kegiatan ekonomi tidak luput dari pengaturan oleh pemerintah di bidang hukum. Untuk mencapai tujuan hukum pada bidang ekonmi di atas, antara lain dapat dilakukan pada :
1. Pengembangan norma hukum bagi setiap individu melalui kebebasan berkontrak dan fungsi sosial dari kepemilkan atas sarana produksi.
2. Undang-undang anti monopoli sebagai sarana hukum untuk membatasi konsentrasi kekuatan ekonomi, dan
3. Pengaturan yang bersifat mengawasi dan perencanaan ekonomi yang baik.
Adanya krisis di bidang ekonom yang melanda Indonesia pada saat ini, dapat menjadi pelajaran, karena praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada masa lalu memiliki implikasi yang cukup besar bagi kehidupan masa depan bangsa. Kegiatan pembangunan mengalami hambatan dengan kesulitan keuangan negara untuk pengahasilan dengan harga yang tersu membumbung naik tanpa pemerintah mampu mengendalikannya. Semua sendi kehidupan berubah cepat dengan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, ketika bangsa dan negara ini mau tinggal landas dalam tahap Pembangunan Lima Tahun Keenam (Pelita VI) untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana dinyatakan pada Alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 yaitu masyarakat adil dan makmur.
Krisis ini ternyata akhirnya ikut pula merubah pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi. Perubahan rejim pemerintahan diharapkan ekonomi nasional ikut berubah pula menjadi lebih baik.
Sistem hukum yang baik harus diterapkan untuk mengembalikan hukum pada porsinya termasuk dalam pengaturan masalah ekonomi. Kegiatan ekonomi yang menyimpang dari sistem hukum di bidang ekonomi, perbuatan tersebut harus segera ditindak dan para pelakunya diberikan kebebasan sanksi pidana. Pada sistem ekonomi campuran yang diberlakukan harus dapat disesuaikan dengan mekanisme pasar bebas. Para pelaku ekonomi seyogianya diberikan kebebasan tanpa pemerintah ikut campur terlalu dalam mengatur pasar. Biarkan pasar berkembang pada batas-batas kewajaran asalkan tidak menganggu usaha-usaha yang lebih lemah dalam bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah tidak mengulangi kesalahan masa lampau yang berorientasi pada pertumbuhan dengan memberikan fasilitas pada usaha-usaha besar.
Peran negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat didasarkan pada legal culture atau budaya hukum berupa ideas, attitudes, values and beliefs that people hold about the legal system. Artinya, adanya gagasan, sikap-sikap, nilai-nilai dan keyakinan bahwa rakyat dapat memegang erat sistem hukum sebagai pengatur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh negara.
Akar masalahnya adalah perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme dari para pejabat pemerintah dan para pelaku usaha pada kegiatan pembangunan ekonomi serta belum optimalnya kepedulian dan keseriusan pemerintah untuk bersungguh-sungguh dalam memberdayakan ekonomi rakyat kecil yang sangat membutuhkan adanya kebijakan ekonomi rakyat kecil yang sangat membutuhkan adanya perlindungan, perhatian dan bantuan dalam kegiatan usaha. Masalah tersebut harus dapat dihilangkan dengan adanya kebijakan ekonomi pemerintah yang baru dalam era perubahan besar-besaran jika ingin pemulihan ekonomi dapat segera diwujudkan. Political will dari pihak pemerintah dan rakyat harus dapat bergandengan dengan menghilangkan perilaku buruk pengusaha yang tidak sesuai denan persaingan sehat dalam kegiatan ekonomi.
Dalam praktik bisnis, usaha kecil meskipun dilindungi oleh UU No. 9 Tahun 1995 namun sulit berkembang denga baik. Usaha kecil yang mencapai jumlah 29,04 juta unit atau 92 persen dari total 36 juta unit usaha di Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2001 menghadapi kendala terutama keterbatasan modal usaha. Peran perbankan sangat penting untuk membantu segi permodalan usaha kecil dengan mengucurkan kredit dalam upaya peningkatan kegiatan usaha. Sebaliknya, pengusaha kecil tidak mampu menyediakan agunan (lack of collatoral) seperti tanah, bangunan atau izin usaha sebagai persyaratan utama untuk memperoleh kredit bank.
Menurut A. Tony Prasetiantono, para pengusaha kecil menghadapi kendala antara lain pada akses manajemen usaha yang baik, kemampuan alih teknologi dari perlengkapan kerja, praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh usaha-usaha besar di dalam kegiatan bisnis, menciptakan dan “merebut pasar” (customize market). Kendala atau hambatan usaha kecil dalam kegiatan menurut Musa Asy’ari mencakup pada dua bentuk, yaitu:
1. Kendala kultural atau hambatan budaya seperti konflik antara kulture industrial dengan kultur agraris dan etos kerja yang rendah; dan
2. Kendala struktural seperti permodalan, penguasaan pasar dan teknologi tinggi. Semua kendala itu akan menjadi hambatan besar bagi usaha kecil dalam upaya peningkatan usahanya.
Pada pasal 8 UU No. 9 Tahun 1995 menyebutkan bahwa pemerintah harus dapat menumbuhkan iklim usaha yang kondusif dalam aspek persaingan dengan menetapkan peraturan perundang-udangan dan kebijakan untuk :
1. Meningkatan kerjasama sesama usaha kecil dalam bentuk koperasi, asosiasi, dan himpunan kelompok usaha untuk memperkuat posisi tawar usaha kecil;
2. Mencegah pembentukan struktur pasar yang dapat melahirkan persaingan tidak wajar dalam bentuk monopoli, oligopoli dan monopsoni dengan merugikan usaha kecil;
3. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan usaha kecil.
Selama ini, kebijaksanaan dan perlindungan hukum dari pemerintah dinilai kurang membantu keberadaan usaha kecil yang sangat lemah dibandingkan perhatian yang diberikan pada usaha besar melalui peraturan perundang-undangan, seperti Keppres No. 38 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, paket kebijaksanaan 23 Oktober 1993 tentang ekspor-impor, tarif bea masuk dan tata niaga impor, penanaman modal, perizinan, farmasi dan UU No. 7 Tahun 1992 yang dibarui dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang sangat menguntungkan kegiatan bisnis para konglomerat dalam bentuk usaha holding company. Pengusaha besar dengan mudah mampu berusaha dengan modal besar mengembangkan bisnisnya bahkan merambah pula pada bidang garapan dari usaha-usaha kecil yang sangat terbatas dengan pangsa pasar relatif sedikit.
Pengusaha kecil kini sudah saatnya harus dilindungi menghadapi sistem ekonomi modern pada tata ekonomi baru atau globalisasi ekonomi berupa pasar bebas yang memberi kebebasan usaha para pelaku ekonomi UU No. 9 Tahun 1995 dan PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil tidak menjelaskan bentuk-bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi usaha-usaha berskala kecil dimaksud untuk menghadapi globalisasi ekonomi.
Pada pasal 10 PP No. 32 Tahun 1998 menyebutkan, adanya pembinaan dan pengembangan usaha kecil oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri Negara sesuai dengan bidang tugas masing-masing berupa:
a. Pemberian kesempatan dalam pengadaan barang dan jasa yang diperlukan pemerintah,
b. Pencandangan usaha bagi usaha kecil,
c. Penyederhanaan usaha bagi usaha kecil,
d. Penyediaan tenaga konsultan professional,
e. Penyediaan dana,
f. Penyediaan teknologi dan informasi,
g. Penyediaan sarana dan prasarana, dan
h. Pendirian klinik konsultasi bisnis untuk usaha kecil.
Pemerintah memang membentuk UU No. 5 Tahun 1999 akan tetapi belum optimal untuk melindungi usaha kecil dengan mengkaji secara kritis dalam pengaturan perundang-undangan ekonomi di Indonesia. Namun tidak adanya perlindungan usaha kecil ini menjadi masalah sebagian besar rakyat Indonesia rakyat dalam menyediakan bahan mentah, memproduksi, mendistribusikan, dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa ke tangan konsumen. Seharusnya, usaha ini mendapat prioritas dan perhatian serius ole pemerintah dengan memberikan pemberdayaan dan perlindungan dengan perangkat hukum memadai yang dapat diimplementasikan di lapangan bisnis sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Meskipun sudah ada PP No. 32 Tahun 1998 sebagai dasar hukum, pembinaan dan pengembangan usaha kecil harus lebih dipacu untuk ikutserta membangun ekonomi negara yang ambruk akibat krisis ekonomi.
Di dalam Konstitusi negara, khususnya Pasal 33 UUD 1945 merupakan legitimasi yuridis terhadap sistem perekonomian Indonesia. Negara mempunyai kekuasaan atau hak khusus dalam kegiatan ekonomi antara lain negara diberik hak untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Namun negara juga mempunyai hak menguasai dalam mengelola sumber daya alam terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. “Hak Menguasai” negara atas cabang-cabang produksi, serta bumi, air dan kekayaan alam tersebut telah ditentukan pada tujuan penggunaan atau peruntukannya, yakni untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukkan adanya kepedulian negara terhadap nasib rakyat yagn hidup dalam kemiskinan kendati telah lebih dari setengah abad merdeka, kesejahteraan rakyat belum mencapai apa yang diharapkan.
Begitu pula pada pengaturan pasar, dalam hal-hal tertentu, pemerintah harus dapat mengintervensi ke dalam pasar yang kurang menguntungkan bagi kesejahteraan rakyat. Kekuasaan pemerintah untuk mengatur pasar ini bersumber dari kekuasaan yang disebut dengan power of economic regulation. Intervensi dari pemerintah ini melalui bentuk pengaturan pasar, termasuk pengaturan persaingan usaha untuk mencegah adanya parktik monopoli dan penguasaan pasar, yaitu pelaku usaha yang mempunyai market power dengan menentukan harga barang dan atau jasa di Pasar bersangkutan.
IV. Kesimpulan
Perlindungan Hukum bagi usaha kecil dapat terlaksana dengan diterapkannya peraturan perundang-undanganan yang berkaitan dengan usaha kecil, seperti penerapan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dimana kedua UU ini bagi usaha kecil mempunyai arti penting dalam rangkat pengaturan, pemberdayaan, dan perlindungan melalui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang dimiliki ushaa kecil ketika menghadapi persaingan usaha, perdagangan, dan pasar bebas yang tidak dapat dihindarkan.
sehingga dalam perjalannya usaha kecil diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bersaing yang dilakukan dengan cara antara lain sebagai berikut :
1. Mendorong kemampuan pengusaha kecil untuk melaksanakan ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara.
2. Pemerintah memberikan kemudahan dalam rangka alih teknologi untuk meningkatkan kualitas produk usaha kecil.
3. Mendorong kemampuan pengusaha kecil untuk bersaing secara efektif, efisien dan murah dengan produk barang-barang impor.
4. Memperluas akses usaha kecil terhadap modal jangka panjang untuk dapat membeli bangunan dan peralatan kerja baru digunakan dalam memproduksi barang dan atau jasa yang terkait dengan perdagangan internasional.
5. Menyebarluaskan informasi mengenai program-program dan prakarsa baru, baik dilakukan oleh pemerintah dan badan-badan usaha serta masyarakat untuk dapat meningkatkan kemampuan dari usaha kecil guna dapat bersaing dengan produk-produk negara lain di pasar global.
6. Menjamin kepentingan usaha-usaha kecil untuk tetap dipertahankan oleh pemerintah dalam negosiasi secara bilateral, unilateral dan multilateral dalam kerangka perdangan dan pasar bebas dalam GATT/WTO.